MAKALAH
MASYARAKAT
MADANI
Disusun oleh :
Akbar Gazali (3061346038)
Erhamna Noor rizki (3061346039)
Muhammad Ervan Maulana (3061346041)
Rizki Basriani (3061346042)
JURUSAN
TEKNOLOGI INFORMATIKA KOMPUTER
STKIP PGRI BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2013
K A T A P E N G
A N T A R
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan Inayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini berjalan lancar dan terselesaikan dengan
baik. Makalah ini disusun untuk
melengkapi tugas kelompok sebagai syarat untuk melakukan persentasi.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan
dalam menyelesaikan makalah ini, namun
berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak serta dengan kekompakan antar
anggota kelompok, akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat serta menjadi jembatan
bagi penyusunan makalah selanjutnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Banjarmasin, 24 Oktober 2013
ttd
Team Penyusun
A. Pendahuluan
Semua
orang mendambakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera sebagaimana yang
dicita-citakan masyarakat Indonesia, yaitu adil dan makmur bagi seluruh lapisan
masyarakat. Untuk mencapainya berbagai sistem kenegaraan muncul, seperti
demokrasi. Cita-cita suatu masyarakat tidak mungkin dicapai tanpa
mengoptimalkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini terlaksana apabila semua
bidang pembangunan bergerak secara terpadu yang menjadikan manusia sebagai subjek.
Pengembangan masyarakat sebagai sebuah kajian keilmuan dapat menyentuh
keberadaan manusia yang berperadaban. Pengembangan masyarakat merupakan sebuah
proses yang dapat merubah watak, sikap dan prilaku masyarakat ke arah
pembangunan yang dicita-citakan. Indikator dalam menentukan kemakmuran suatu
bangsa sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan
masyarakatnya.
Munculnya
istilah masyarakat madani pada era reformasi ini, tidak terlepas dari kondisi
politik negara yang berlangsung selama ini. Sejak Indonesia merdeka, masyarakat
belum merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah atau penguasa
belum banyak member kesempatan bagi semua lapisan masyarakat mengembangkan
potensinya secara maksimal. Bangsa Indonesia belum terlambat mewujudkan masyarakat
madani, asalkan semua potensi sumber daya manusia mendapat kesempatan
berkembang dan dikembangkan. Mewujudkan masyarakat madani banyak tantangan yang
harus dilalui. Untuk itu perlu adanya strategi peningkatan peran dan fungsi
masyarakat dalam mengangkat martabat manusia menuju masyarakat madani itu
sendiri.
Akhir-akhir ini sering muncul ungkapan dari sebahagian pejabat
pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang
masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society). Tanpaknya,
semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju
masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani
diprediski sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya,
adat istiadat, dan agama. Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi
ini diarahkan untuk menuju masyarakat madani, untuk itu kehidupan manusia
Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental yang tentu akan
berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru. Kenapa, karena dalam
masyarakat madani yang dicita-citakan, dikatakan akan memungkinkan
"terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya nilai-nilai tertentu
dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan
kemajemukan [pluraliseme]" , serta taqwa, jujur, dan taat hokum.
Konsep masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang
memerlukan berbagai torobosan di dalam berpikir, penyusunan konsep, serta
tindakan-tindakan. Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan masyarakat dan
zaman, “diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan
yang baru, demikian kata filsuf Kuhn. Karena menurut Kuhn, apabila
tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigma lama,
maka segala usaha yang dijalankan akan memenuhi kegagalan".
Terobosan pemikiran kembali konsep dasar pembaharuan
pendidikan Islam menuju masyarakat madani sangat diperlukan, karena
"pendidikan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan suatu generasi
baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka
sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang
dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan
disetiap cabang pengetahuan manusia. Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas,
maka masalah yang perlu dicermati dalam pembahasan ini adalah bagaimanakah
pendidikan Islam didisain menuju masyarakat madani Indonesia.
B. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani (civil society) dapat diartikan sebagai suatu
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan mamaknai kehidupannya.
Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki banyak arti
atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda
Menurut para ahli :
1. Zbigniew Rew, masyarakat
madani merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang
dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain
guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
2. Han-Sung, masyarakat madani
merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar
individu.
3. Kim Sun Hyuk, masyarakat
madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara
mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara
relative.
4. Thomas Paine, masyrakat madani
adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang
bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan
5. Hegel, masyarakat madani
merupakan kelompok subordinatif dari Negara,
6. Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering
digunakan untuk menjelaskan “the sphere of voluntary activity which takes place
outside of government and the market.
7. Munawir (1997) Istilah madani sebernarnya berasal
dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata
kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang
bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah Madaniy dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat
madani pada prinsipnya memiliki multimakna, yaitu masyarakat yang demokratis,
menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparan, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsisten memiliki bandingan, mampu
berkoordinasi, sederhana, sinkron, integral, mengakui, emansipasi, dan hak
asasi, namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Secara
global bahwa dapat disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan
penguasa dan Negara, yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat,
adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan
kepentingan publik.
C. Sejarah Pemikiran Masyarakat
Madani
Berbagai upaya dilakukan dalam mewujudkan masyarkat madani, baik yang berjangka
pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk yang berjangka pendek , dilaksanakn
dengan memilih dan menempatkan pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya
(credible), dapat diterima (acceptable), dan dapat memimpin (capable).
Jika dicari akar sejarahnya, maka dapat dilihat bahwa dalam masyarakat Yunani
kuno masalah ini sudah mengemuka. Rahardjo
(1997) menyatakan bahwa istilah civil society sudah ada sejak zaman sebelum
masehi. Orang yang pertama kali yang mencetuskan istilah civil society ialah
Cicero (106-43 SM), sebagai orator Yunani kuno. Civil society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang
beradab seperti yang dicontohkan oleh masyakat kota yang memiliki kode hukum
sendiri. Dengan
konsep civil society (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka kota dipahami
bukan hanya sekerdar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat
peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW pada
tahun 622M. Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat
yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun, dan konsep Al Madinah al
fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi
pada abad pertengahan (Rahardjoseperti yang dikutip Nurhadi, 1999).
Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren dan Studi
Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan
betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di samping juga
memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat.
Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First Written Constitutions in the
World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah konstitusi tertulis pertama
dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara mencengangkan telah mengatur apa
yang sekarang orang ributkan tentang hak-hak sipil (civil rights), atau lebih
dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan
Amerika (American Declaration of Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789),
dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM (1948) dikumandangkan.
Sementara itu konsep masyarakat
madani, atau dalam khazanah Barat dikenal sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan
(Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke (abad ke-18) dan Emmanuel
Kant (abad ke-19). Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses
sejarah panjang masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi
tentang state (negara). Dalam tradisi
Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau
kesatuan yang ingin mendominasi kelompok lain.
Barulah pada paruh kedua abad ke-18,
terminologi ini mengalami pergeseran makna. Negara dan masyarakat madani
kemudian dimengerti sebagai dua buah entitas yang
berbeda. Bahkan kemudian, Kant menempatkan masyarakat madani dan negara dalam
kedudukan yang berlawanan, yang kemudian dikembangkan oleh Hegel, menurutnya
masyarakat madani merupakan subordinatif dari negara.
Adapun tokoh yang pertama kali
menggagas istilah civil society ini adalah Adam Ferguson dalam bukunya
”Sebuah Esai tentang Sejarah Masyarakat Sipil (’An Essay on The History of
Civil Society’)” yang terbit tahun 1773 di Skotlandia. Ferguson menekankan
masyarakat madani pada visi etis kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini
digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi
industri, dan munculnya kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara
individu.
D. Karakteristik Masyarakat Madani
1.
Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu
masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, yaitu berhak
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasikan kepada publik.
2.
Demokratisasi, yaitu proses dimana para anggotanya
menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan
mewujudkan kepentingan-kepentingannya
3.
Toleransi, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh
orang/kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai
dengan sikap tulus,
5.
Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan
pembagian antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
6.
Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain.
7.
Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan
Namun merujuk pada pendapat Bahmueller
(1997), ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.
Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif
kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.
Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi
dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara
dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan
terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6.
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7.
Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan
berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya
dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah masyarakat
demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam
menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana
pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga
negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun
demikian, masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa
udara, taken for granted. Masyarakat madani adalah onsep yang cair yang
dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus.
Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan
sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil
security; civil responsibility dan civil resilience).
E. Paradigma Dan Praktek Masyarakat
Madani Di Indonesia
Terdapat dua Paradigma besar yang menjadi dasar perdebatan mengenai masyarakat madani,
yaitu Demokrasi Sosial Klasik dan Neoliberalisme (lihat Giddens, 2000: 8-17).
1.
Demokrasi Sosial Klasik.
Demokrasi Sosial Klasik atau Demokrasi Sosial Gaya Lama memandang pasar
bebas sebagai sesuatu yang menghasilkan banyak dampak negatif. Faham ini
percaya bahwa semua ini dapat diatasi lewat intervensi negara terhadap pasar.
Negara memiliki kewajiban untuk menyediakan segala yang tidak bisa diberikan
oleh pasar. Intervensi pemerintah dalam perekonomian dan sektor-sektor
kemasyarakatan adalah mutlak diperlukan. Kekuatan publik dalam masyarakat
demokratis adalah representasi dari kehendak kolektif. Secara ringkas, Giddens (2000:8) memberikan ciri-ciri
Demokrasi Sosial Klasik:
·
Keterlibatan negara yang cukup luas dalam kehidupan ekonomi dan sosial.
·
Negara mendominasi masyarakat madani
·
Kolektivisme.
·
Manajemen permintaan Keynesian dan korporatisme.
·
Peran pasar yang dibatasi: ekonomi sosial atau campuran.
·
Pemberdayaan sumber daya manusia secara maksimal.
·
Egalitarianisme yang kuat.
·
Negara kesejahteraan (welfare state) yang komprehensif: melindungi warga
negara “sejak lahir sampai mati”.
·
Modernisasi linear.
·
Kesadaran ekologis yang rendah.
·
Internasionalisme.
·
Termasuk dalam dunia dwikutub (bipolar).
2.
Neoliberalisme
Neoliberalisme dikenal juga
dengan Thatcherisme (Margaret Thatcher adalah mantan PM Inggris yang sangat setia mengikuti faham neoliberalisme semasa
berkuasa). Apabila Demokrasi Sosial Klasik cenderung pro pemerintah, maka ciri
utama Neoliberalisme adalah memusuhi pemerintah. Edmund Burke, pelopor
konsevatisme di Inggris, menyatakan dengan jelas ketidaksukaannya kepada
negara. Jika perluasan perannya terlalu jauh dapat mematikan kebebasan dan
kemandirian. Pemerintahan Reagan dan Thatcher mendasarkan diri pada gagasan ini
dan menganut skeptisisme liberal klasik mengenai peran negara. Intinya peran
negara tidak dibenarkan secara ekonomis dan harus digantikan oleh superior
pasar. Menuut Giddens
(2000:9):Ciri-ciri Neoliberalisme adalah:
·
Pemerintah
minimal.
·
Masyarakat
madani yang otonom
·
Fundamentalisme
pasar.
·
Otoritarianisme
moral dan individualisme ekonomi yang kuat.
·
Kemudahan
pasar tenaga kerja.
·
Penerimaan
ketidaksamaan.
·
Nasionalisme
tradisional.
·
Negara
kesejahteraan sebagai jaring pengaman
·
Modernisasi
linear.
·
Kesadaran
ekologis yang rendah.
·
Teori
realis tentang tatanan internasional.
·
Termasuk
dalam dunia dwikutub.
F. Gerakan Sosial Untuk Memperkuat
Masyarakat Madani
Untuk membangun masyarakat madani, ada enam faktor yang harus
diperhatikan, yaitu :
1.
Adanya perbaikan sektor di ekonomi, dalam rangka
peningkatan pendapatan masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2.
Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun
manusia yang memiliki komitmen untuk independen.
3.
Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang
berbudaya paternalistik menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen.
4.
Berkembangnya pluralismedalam kehidupan yang
beragam.
5.
Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata
pamong yang baik.
6.
Adanya keinginan dan ketakwaan kepada Tuhan yang
melandasi moral kehidupan.
Implementasi keenam faktor tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Perbaikan Kegiatan
Perekonomian dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Perbaikan ekonomi dilakukan
dengan memberdayakan potensi dan kemauan masyarakat untuk memberi lapangan
pekerjaa, dan menciptakan lapangan kerja. Beberapa program yang dapat
dijalankan untuk perbaikan ekonomi yaitu :
a.
Mendorong masyarakat membuat kegiatan ekonomi
produktif yang berbasis sumber daya lokal, dan mengumpulkan potensi modal yang
ada di masyarakat.
b.
Mengembangkan usaha dalam bentuk kelompok atau
koperasi, dalam rangka memenuhi skala usaha yang sehat, mengembangkan potensi
pasar, dan kemudahan akses pembinaan.
c.
Masyarakat yang mempunyai tingkat teknologi, baik
dari PT atau dari pemerintah dapat membentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM),
atau melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berfungsi sebagai
inkubator bisnis bagi UKM.
d.
Memberikan semangat motivasi untuk berusaha secara
ulet, tekun, jujur dan hemat, tidak berputus asa, serta berdoa kepada Tuhan
setelah berkerja secara maksimal.
e.
Mengembangkan semangat cinta produksi dalam negeri
dalam rangka mengembangkan ekonomi kerakyatan
2.
Membangun Intelektualitas
yang Berkomitmen dan Independen
Untuk membangun masyarakat
yang intelek, berkomitmen, serta independen, maka perlu dilakukan sebagai
berikut :
a.
Membangun masyarakat ilmiah yang beranggotakan dan
bersifat sukarela.
b.
Meningkatkan mutu pendidikan seperti wajib belajar,
dan meningkatkan partisipasi kasar, yaitu siswa yang meneruska perkuliahan.
c.
Mengembangkan sistem pendidikan yang demokratis, di
mana guru menjadi fasilitator, dan menempatkan siswa dan mahasiswa yang
belajar.
d.
Mengembangkan organisasi, baik untuk siswa maupun
mahasiswa dan masyarakat, sebagai wadah untuk berinteraksi sosial, serta
mengembangkan sikap yang independen.
e.
Mengembangkan sikap mental yang bertanggung jawab di
masyarakat, dengan memberikan hak untuk mengemukakan pendapat berupa kritik dan
saran, serta mampu mempertanggungjawabkan, baik berupa hak jawab dan
penyelesaian masalah berdasarkan hukum.
3.
Membangun Masyarakat yang
Berbudaya Modern
Modernisasi budaya adalah
suatu transformasi budaya, baik menyangkut teknologi dan aspek organisasi, dari
yang tradisional ke arah pola-pola ekonomis dan politis, yang menjadi ciri
masyarakat yang stabil.
Syarat-syarat untuk membangun
masyarakat modern adalah :
a.
Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam
sistem pemerintahan dan masyarakat.
b.
Sistem administrasi yang baik, dan menunjukkan
adanya tata pamong atau tata kelola (good governance) yang bersifat transparan,
dapat dikelola (manageable), akuntable, dapat ditukar, dan dibatasi, oleh
waktu.
c.
Sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dapat
dilakukan dengan membangun sistem informasi, sehingga diperoleh data yang
akurat.
d.
Penciptaan iklim yang menyenangkan masyarakat.
e.
Tingkat organisasi yang tinggi yang dicirikan dengan
disiplin, jujur, dan tepat waktu, dan dilakukan tanpa mengurangi kemerdekaan
orang lain.
4.
Membangun Pluralisme yang
Beragam
Beberapa hal perlu dilakukan
dalam rangka membangun pluralisme, yaitu :
a.
Meningkatkan rasa hormat-menghormati dan berkerja
sama antara pemeluk agama dan kepercayaan, terutama dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan.
b.
Meningkatkan hubungan antarpemeluk agama untuk tidak
memaksakan agama dan kepercayaan kepada pemeluk agama lain.
c.
Mengembangkan sikap saling mencintai dan mengakui
persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai manusia.
d.
Mengembangkan pergaulan antarsuku, antaragama,
antardaerah, sehingga terbangun rasa saling mencintai dan memiliki.
e.
Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan
bersama.
5.
Membangun Partisipasi Aktif
Masyarakat dalam Menciptakan Tata Pamong yang Baik
Ciri masyarakat madani, salah
satunya, adalah kemampuan membatasi kekuasaan negara supaya tidak melakukan
intervensi terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Langkah-langkah yang
diperlakukan dalam rangka good governance adalah :
a.
Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan rakyat
seperti DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD.
b.
Membangun kemandirian lembaga peradilan dari
intervensi pemerintah dan pihak lain.
c.
Membangun aparatur negara yang profesional dan penuh
integritas.
d.
Membangun peran serta masyarakat yang kuat dan
mandiri, serta bermoral.
e.
Membangun keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang
melandasi moral kehidupan.
G. Organisasi Non Pemerintahan Dan
Ranah Masyarakat Madani
Institutsi (lembaga) masyarakat madani
adalah institusi (lembaga) yang dibentuk atas dasar motivasi dan kesadaran
penuh dari diri individu, kelompok, dan masyarakat tanpa ada instruksi
(perintah), baik yang bersifat resmi (formal) dari
pemerintah (negara) maupun dari individu, kelompok, dan masyarakat tertentu.
Landasan pembentukan lembaga ini
adalah idealisme perubahan ke arah kehidupan yang independen dan mandiri.
Artinya, bahwa lembaga ini merupakan manifestasi (perwujudan) dari
pemeberdayaan masyarakat yang bertujuaan memberi perlindungan bagi diri,
kelompok, masyarakat, dan bangsa yang tidak berdaya dari penguasaan (dominasi)
pemerintah atau negara.
Sifat atau karakteristik lembaga (institusi) masyarakat madani adalah :
1.
Independen adalah bahwa lembaga ini memiliki sifat
yang bebas (netral) dari intervensi lembaga lain, baik lembaga pemerintah
maupun nonpemerintah.
2.
Mandiri, yaitu bahwa lembaga ini memiliki kemampuan
dan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga, dengan tidak
melibatkan pihak lain di luar institusi.
3.
Swaorganisasi, yaitu bahwa pengelolaan dan
penegendalian institusi (lembaga) dilakukan secara swadaya oleh SDM lembaga.
4.
Transparan, yaitu bahwa dalam pengelolaan dan
pengendalian institusi (lembaga) dilakukan secara terbuka.
5.
Idealis, yaitu bahwa pengelolaan dan pengendalian,
serta pelaksanaan institusi (lembaga) diselenggarakan dengan nilai-nilai yang
jujur, ikhlas, dan ditunjukan bagi kesejahteraan masyarakat banyak.
6.
Demokratis, yaitu bahwa institusi (lembaga) yang
dibentuk, dikelola, serta dikendalikan dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri.
7.
Disiplin, yaitu bahwa institusi (lembaga) dalam
menjalankan tugas dan fungsinya harus taat dan setia terhadap segenap peraturan
perundang yang berlaku.
Bentuk institusi (lembaga) masyarakat madani dapat diklasifikasi dalam tiga
macam, yaitu :
1.
Institusi (lembaga) sosial, seperti :
a.
Lembaga sosial.
b.
Masyarakat (LSM) dan partai politik.
c.
Organisasi kepemudaan, seperti KNPI, HMI, PMII,
KAMMI.
d.
Organisasi Kemahasiswaan
e.
Organisasi profesi, seperti LBH, IAI, PWI, HTI.
f.
Organisasi kemasyarakatan, seperti MKGR, Kosgoro,
SOKSI, dan lain-lain.
2.
Institusi (lembaga) Keagamaan
Institusi ini adalah intitusi
(lembaga) yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat, untuk melakukan
pengelolaan dan pengendalian program-programbagi pengembangan keagamaan.
Bentuk institusi ini meliputi,
antara lain:
a.
Institusi (lembaga) keagamaan dalam islam, seperti
NU, Muhamadiyah, MUI, dan lain-lain.
b.
Institusi (lembaga) keagamaan Kristen, seperti PGI.
c.
Institusi (lembaga) keagamaan Budha, seperti Walubi.
d.
Institusi (lembaga) keagamaan Hindu, seperti
Parisada Hindu Darma.
e.
Institusi (lembaga) keagamaan Katholik, seperti KWI.
3.
Institusi (lembaga) Paguyuban
Institusi ini adalah institusi
(lembaga) yang dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat untuk melakukan
pengelolaan dan pengendalian program-program bagi peningkatan
kekerabatan/kekeluargaan, yang berdasarkan daerah atau suku bangsa yang sama.
Bentuk institusi ini meliputi, antara lain : himpunan paguyuban masyarakat
jember, Batak Karo, Sulawesi, Puwokerta, Bima, Wonogiri, Sunda, Betawi, dan
lain-lain.
H. Masyarakat Madani Dan
Relevansinya Dengan Penerapan Good Governance
Manfaat yang dapat diperoleh dengan
terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya masyarakat yang demokratis,
sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam negeri dan tekanan-tekanan
politik, serta ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, menurut Suwardi (1999)
melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru di
bidang pendidikan.
Guna mewujudkan masyarakat madani,
dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai
anggota masyarakat. Hal ini mendukung pendapat Suryadi (1999), yang intinya
menyatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses waktu,
serta dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara
total dan selalu konsisten, dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak
terelakan. Tuntutan terhadap terhadap aspek ini sama pentingnya dengan
kebutuhan akan toleransi sebagai nilai instrumen dasar lahirnya sebuah
konsensus atau kompromi.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa antara masyarakat madani dan
demokrasi memiliki kesamaan. Artinya, bahwa demokrasi akan berjalan baik,
apabila masyarakatnya memiliki sifat dan karakter masyarakat madani. Langkah-langkah
yang diperlakukan dalam rangka good governance adalah :
a.
Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan rakyat
seperti DPR, DPRD I, DPRD II, dan DPD.
b.
Membangun kemandirian lembaga peradilan dari
intervensi pemerintah dan pihak lain.
c.
Membangun aparatur negara yang profesional dan penuh
integritas.
d.
Membangun peran serta masyarakat yang kuat dan
mandiri, serta bermoral.
e.
Membangun keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang
melandasi moral kehidupan.
PENUTUP
Berdasarkan
paparan di atas, dapat disimpulakn sebagai berikut :
1.
Menyarakat madani merupakan
suatu ujud masyarakat yang memiliki kemandirian aktivitas dengan ciri:
universalitas, supermasi, keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan
untuk bersama, meraih kebajikan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi
pada keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya.
ciri masyarakat ini merupakan masyarakat yang ideal dalam kehidupan. Untuk
Pemerintah pada era reformasi ini, akan mengarakan semua potensi bangsa berupa
pendidikan, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, militer, kerah masyarakat
madani yang dicita-citakan.
2.
Konsep dasar pembaharuan
pendidikan harus didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia meenurut
aajaran Islam, filsafat dan teori pendidikan Islam yang dijabarkan dan
dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi tentang manusia dan lingkungannya. Atau
dengan kata lain pembaharuan pendidikan Islam adalah filsafat dan teori
pendidikan Islam yang sesuai dengan ajaran Islam, dan untuk lingkungan ( sosial
- kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani.
3.
Konsep dasar pendidikan Islam
supaya relevan dengan kepentingan umat Islam dan relevan dengan disain
masyarakat madani. Maka penerapan konsep dasar filsafat dan teori pendidikan
harus memperhatikan konteks supra sistem bagi kepentingan komunitas
"masyarakat madani" yang dicita-citakan bangsa ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman an-Bahlawi, Ushulut Tarbiyah
Islamiyah wa Asalibiha fi Baiti wal Madrasati wal Mujtama', Dar al-Fikr
al-Mu'asyir, Beiru-Libanon, Cet. II, 1983., Terj., Shihabuddin, Pendidikan
Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Gema Insani Press, 1995.
Ahmad D. Marimba, 1974, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,
al-Ma'arif, Bandung, Cet.III,.
Anwar Jasin, 1985, Kerangka Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam :
Tinjauan Filosofis, Jakarta.
Conference Book, London, 1978.
Fathiyah Hasan Sulaiman, Bahts fi 'L-Madzhab al-Tarbawy 'Inda
'L-Ghazaly, Maktabah Nadhlah, Mesir, 1964., Terj., Ahmad Hakim dan M.Imam Aziz,
Konsep Pendidikan al-Ghazali, P3M, Jakarta, Cet. I, 1986.
H.A.R. Tilar, 1998, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional
Dalam Perspektif Abad 21, Tera Indonesia, Magelang, Cet. I,.
Imam Barnadib, 1997, Filsafat Pendidikan Sistem & Metode,
Penerbit Andi, Yogyakarta, Cet. Kesembilan,.
Komaruddin Hidayat, 1998, Masyarakat Agama dan Agenda Penegakan
Masyarakat Madani, Makalah "Seminar Nasional dan Temu Alumni, Program
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang, Tanggal, 25-26 September.
Masykuri Abdillah, 1999, Islam dan Masyarakat Madani, Koran Harian
Kompas, Sabtu, 27 Februari.
Mufid, 1998, Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Makalah
"Seminar Nasional dan Temu Alumni, Programa Pasca Sarjana Universitas
Muhammadiyah Malang", Tanggal, 25-26 September.
Muslim Usa (editor)1991, Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita
dan Fakta, Tiara Wacana, Yogyakarta, Cet. I,